Thursday, February 8, 2007

Awas! Bahaya Penyakit Leptospirosis Pascabanjir

06/02/2007 08:42 WIB
Awas! Bahaya Penyakit Leptospirosis Pascabanjir
Iqbal Fadil - detikcom

Jakarta - Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta meminta warga
yang terkena banjir berhati-hati ketika membersihkan bekas
banjir. Sebab Berbagai penyakit mengintai korban banjir. Salah
satunya adalah leptospirosis alias kencing tikus.

Penyakit ini disebabkan urine tikus yang masuk ke tubuh manusia
melalui luka. Menurut Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta
Salimar Salim, penyakit ini menyebabkan demam tinggi dan nyeri
sendi.

"Kita imbau, jika membersihkan bekas banjir memakai sarung
tangan dan sepatu karet," kata Salimar di Balaikota, Jalan Medan
Merdeka Selatan, Senin 5 Februari kemarin.

Apa sebenarnya leptospirosis dan apa gejala serta akibatnya jika
orang terkena penyakit ini. Berikut informasi seputar
leptospirosis yang dihimpun detikcom, Selasa (6/2/2007) dari
berbagai sumber:

Apa itu penyakit leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus)?
Penyakit ini disebabkan bakteri leptospira berbentuk spiral yang
menyerang hewan dan manusia. Bakteri ini mempunyai ratusan
serotipe. Nama-nama serotipe ini sebagian diambil dari nama
penderita atau tempat di Indonesia, seperti, serotipe harjo,
mankarso, naam, sarmin, djasiman, sentot, rachmati, paijan,
bangkinang, dan binjei.

Bagaimana penularannya pada manusia?
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing,
kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai.
Namun khusus yang terjadi di daerah banjir seperti Jakarta,
penularannya melalui air kencing tikus.

Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh
manusia melalui: permukaan kulit yang terluka, selaput lendir
mata dan hidung (misalnya saat mencuci muka). Bisa juga melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urine tikus
yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum
manusia.

Urine tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis dapat
mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan
pada tempat yang aman.

Sejauh ini tikus merupakan reservoir (sumber) dan sekaligus
penyebar utama penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain
(sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing) dapat terserang
leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan
leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus. Leptospirosis
tidak menular langsung dari pasien ke pasien.

Seperti apa gejala-gejala penyakitnya?
Penyakit ini ditandai demam menggigil, pegal linu, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, batuk kering, mual, muntah, sampai
mencret-mencret.

Orang sering mengira itu gejala masuk angin, flu, atau typhus,
sehingga pengobatannya pun tradisional, biasa, seperti dikerok
menggunakan uang logam, kemudian dibalur obat gosok dan minum
obat sakit kepala.

Bila semakin parah, gejala yang disebut di atas tidak mereda,
justru muncul nyeri luar biasa pada sejumlah bagian badan,
sehingga membuat penderita tidak sanggup duduk atau berdiri.
Jika pada tahapan ini tidak diobati gejala bertambah parah dan
tampak lebih khas.

Oleh karena penyakit ini menyerang hati, pada stadium lanjut
muncul gejala penyakit kuning. Kulit dan putih mata menjadi
kekuningan, selain tampak pula mata merah layaknya sedang sakit
mata. Demam, kuning dan mata merah, dianggap khas pada
leptosprirosis . Adakalanya terjadi perdarahan. Bunyi para-paru
abnormal, dan kemungkinan kulit meruam merah.

Gejala leptospirosis menjadi lebih berat jika tidak diobati atau
obatnya salah alamat. Selain komplikasi ke hati menimbulkan
gejala penyakit kuning, komplikasi ke selaput otak menimbulkan
gejala nyeri kepala, kejang-kejang, leher kaku, dan penurunan
kesadaran. Komplikasi ke ginjal umumnya bersifat fatal. Angka
kefatalan penyakit leptospirosis mencapai 5 persen, artinya 5
dari setiap 100 kasus bisa tewas.

Siapa saja yang rentan tertular?
Lazimnya penyakit ini terjadi di daerah pertanian dan menyerang
kelompok orang tertentu (occupational disease), seperti petani
yang bekerja di sawah, pekerja perkebunan, pekerja rumah potong
hewan, serta pekerja lain yang selalu kontak langsung dengan
urine maupun jaringan hewan seperti dokter hewan, pekerja
laboratorium, mantri hewan.

Penularan leptospirosis pada petani dapat dimengerti karena
tikus sawah umumnya tinggal di pematang sawah sehingga urine
tikus tersebut mencemari air sawah dan menulari petani lewat
luka atau goresan kulit sewaktu mempersiapkan sawah untuk
menanam padi.

Risiko kematian akibat penyakit ini?
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai
2,5 sampai 16,45 persen atau rata-rata 7,1 persen. Bahkan pada
penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar,
bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami
kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning,
risiko kematian akibat leptospirosis lebih tinggi lagi.

Pengobatannya?
Kalau Anda terserang leptospirosis, itu bukan berarti akhir dari
segalanya. Leptospirosis bukan penyakit ganas. Obatnya mudah
didapat dan murah. Hanya saja di awal-awal kasusnya mungkin
luput didiagnosis.

Selain antibiotika golongan penicilline, kuman juga peka
terhadap streptomycine, chloramphenicol dan erythromycine. Harga
jenis antibiotika klasik ini tergolong tidak tinggi, selain
mudah didapat, bahkan di Puskesmas sekali pun.

Jika diobati selagi masih dini, prognosis leptospirosis umumnya
baik. Bisa lain nasib pasien jika terapi terlambat diberikan.
Sudah disebut komplikasi leptospirosis paling jelek jika sudah
merusak ginjal, selain hati, dan otak.

Langkah pencegahan yang bisa dilakukan?
Antara lain dengan menjaga kebersihan lingkungan. Tempat-tempat
yang kemungkinan bisa dijadikan tempat bersarangnya tikus,
segera dibersihkan agar tak ada tempat sedikitpun untuk
berkembangbiaknya bakteri leptospira yang mematikan.

Kuman leptospira ini mampu bertahan hidup bulanan di air dan
tanah, dan mati oleh desinfektans seperti lisol. Maka upaya
"lisolisasi" seluruh permukaan lantai, dinding, dan bagian rumah
yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah
berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah
"mewabah"-nya leptospirosis.

Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene
perorangannya dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih .
Selain terkena air kotor , tangan tercemar kuman dari hewan
piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan
liar. Hindari berkontak dengan kencing hewan piaraan.

Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu
berkontak dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas
kaki, memakai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka, borok,
atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan,
ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat
kotor. (bal/bal)

No comments: